Ilmu HRD

Blog berbagi ilmu untuk praktisi HR

Breaking

Cari di Blog Ini

Sunday, August 17, 2025

Kenapa Saya Belajar Tentang Adaptasi… dari Minimarket

Kalau mau tahu bagaimana orang bekerja, coba perhatikan cara mereka belanja di minimarket.




Kemarin, dari luar kaca minimarket, saya menyaksikan sebuah drama kecil.

👉 Seorang ibu muda, wajahnya lelah, lama memilih barang satu per satu.

👉 Seorang anak muda masuk belakangan, ambil barang cepat, bayar, lalu keluar.

👉 Seorang ibu lain langsung transaksi, selesai, keluar.

👉 Si ibu muda akhirnya bayar juga—dan keluar paling akhir.


Kalau direnungkan, dunia kerja mirip minimarket.

Setiap orang membawa keranjang berbeda, dengan cara memilih yang berbeda pula. Ada yang cepat, ada yang penuh pertimbangan. Ada yang sebentar singgah, ada yang lama bertahan.


Di sinilah adaptasi punya peran.

Bukan soal siapa yang duluan atau belakangan keluar, tapi bagaimana setiap individu menyesuaikan diri dengan situasi, mengambil keputusan, dan tetap melangkah.


Bagi HR, ini jadi pengingat:

📌 Mengelola orang bukan hanya tentang siapa masuk dan siapa keluar,

tapi bagaimana kita mendukung mereka beradaptasi, agar setiap perjalanan punya makna.


Karena pada akhirnya, dunia kerja hanyalah minimarket besar.

Yang tersisa bukan lamanya kita di dalam, tapi bagaimana kita beradaptasi dan apa yang kita bawa keluar.


#DramaKehidupan #Adaptasi #HRLife #PeopleAndCulture #LessonLearned #IlmuHRD

Sunday, August 17, 2025

Bukan Manajerku … Tapi Dia yang Mengubah Cara Kerjaku

 "Kadang, guru terbaik datang dari arah yang tidak kita sangka."

Awal 2000-an, saya sedang menikmati masa-masa ngulik Excel.

VLOOKUP jadi sahabat karib.

Target saya sederhana: laporan harian cepat, dokumentasi rapi.

Suatu hari, ada seseorang datang menghampiri saya.

Dia bukan manajer saya.

Bukan atasan langsung.

Bahkan tidak ada mandat formal untuk melatih saya.


Dia hanya berkata:

“Ayo ikut, saya mau tunjukkan sesuatu di Excel.”

Dalam pikiran saya:

“Oke, mungkin ini trik rumus baru … atau formatting keren.”


… dan di situlah saya salah besar.

Dia tidak mengajarkan rumus sama sekali.

Tidak ada pemanasan. Wow.

Dia langsung melempar saya ke dunia VBA Macro Level 100.

Bayangkan: saya baru belajar memanjat tangga, tiba-tiba diminta naik eskalator ke puncak gedung.

Ngebul dong kepala, tapi mata saya terbuka.


Sejak itu, saya sadar: Excel bukan sekadar spreadsheet.

Dia adalah mesin otomatisasi yang bisa memangkas jam kerja—bahkan hari kerja.


Sampai hari ini, saya masih mengingat momen itu.

Bukan hanya karena pelajaran yang saya dapat,

tapi karena ada seseorang yang percaya saya mampu, bahkan sebelum saya percaya pada diri sendiri.


🙏 Terima kasih untuk pelajaran yang tidak hanya mengubah cara saya bekerja,

tapi juga cara saya melihat potensi diri.


📖 Cerita lengkap dan pembelajaran lainnya saya tulis di sini: www.klinikexcel.com


Semoga sehat selalu buat master, suhu Heru BRILIYANTO


#ExcelJourney #VBA #Mentorship #CareerGrowth #PlotTwistCareer #InspiringStory #Automation #LifelongLearning #LinkedInStory #TerimaKasih #UntoldStory

Saturday, August 16, 2025

Dia Sudah Pindah… Tapi Masih Membawa Nama Kami


Sore itu, saya berkendaraan persis di belakang seorang anak yang bersepeda.

Semakin lama saya perhatikan, saya mulai mengenali wajahnya.

Dia adalah murid kami — dulu. Sekarang, dia sudah pindah ke tempat les lain.

Yang membuat saya terdiam: ia mengenakan kaos resmi bimbel kami.


Kaos itu ia dapatkan dua semester lalu, saat kelas kami hampir penuh oleh anak-anak sekitar.


Kini, setengah murid justru datang dari luar cluster, bahkan lebih dari 3 km jauhnya.

Saya jadi teringat dunia kerja.
Kita akan bertemu rekan atau klien yang akhirnya memilih jalan berbeda.
Tapi bila hubungan dibangun dengan rasa hormat dan kesan baik,
mereka bisa saja tetap menjadi “duta tak resmi” yang membawa nama kita… bahkan di tempat baru.


Mungkin, tanpa sadar, anak itu sedang mempromosikan kami.
Dengan jarak yang ia tempuh ke les barunya, kaos itu bisa saja jadi bahan cerita — dan memancing rasa penasaran orang lain.


💬 Pernahkah Anda mengalami momen ketika “mantan” rekan kerja atau klien malah menjadi penghubung ke peluang baru?


#Storytelling #LessonsLearned #PositiveImpact #RelationshipBuilding #BrandLoyalty #BimbinganBelajar #Pendidikan #CustomerExperience #AlumniNetwork #WordOfMouth


Thursday, August 14, 2025

Solusi Ada di Tangan Kita—Saya Mengalaminya Sendiri

Pernah nggak ketemu orang asing yang bahasanya sama sekali nggak nyambung sama kita?

Saya pernah.


Suatu siang, lagi di toko buku, datanglah seorang ekspat. Penampilannya khas orang proyek lapangan: sepatu safety berdebu, helm kuning di tangan, rompi warna stabilo yang kusam. Dari awal saya mengira dia ini worker — mungkin teknisi atau helper — soalnya kotor sekali, jelas habis dari site. Apalagi datangnya naik motor, di jok belakang ada printer yang diikat seadanya.


Dia parkir, masuk, dan langsung bicara panjang lebar… nadanya seperti sedang komplain kepada penjaga toko. Tangannya menunjuk ke arah printer di atas motor. Penjaga toko yang awalnya di dekat saya, melirik panik sambil memberi kode halus gerakan mata dan muka agak pucat, yang jelas berarti:
“Tolong saya !”


Refleks, saya menganalisa obyek yang dia tunjuk dari pada mencoba memahami ucapannya, saya lebih penasaran dan memastikan, sambil saya bandingkan antara printer di luar sana degan printer yang berderet diatas rak toko: “Jangan-jangan printer itu merek yang dijual di toko ini?” Kalau memang benar dari toko ini, kan tinggal minta bukti pembelian atau surat garansinya. Selesai!


Ternyata bukan. Merek itu bahkan nggak pernah dijual di sini. Akhirnya, saya coba jawab pakai bahasa Inggris seadanya plus bahasa tubuh ala-ala, berharap dia paham. Dia cuma nyengir. Saya kasih kode, “Gugel Translate!” sambil nunjuk HP.

Dia ngetik, tapi tulisannya huruf yang sama sekali nggak saya pahami, mirip kanji. Lah, malah makin bingung. Tapi dari gesturenya, ketebak dia bukan ingin menukar printer. Terbukti hasil translate "Printer saya rusak". Ya sudah, buka aplikasi Maps di HP dia, saya tunjukkan satu lokasi. Saya bantu buka pintu untuknya, dia mengangguk berkali-kali, senyum, kasih isyarat terima kasih, lalu pergi. Dari arah toko seberang jalan yang menjual printer juga ... penjaga toko itu dan temannya tampak bertepuk tangan dan acungkan jempol kearah kami.  

Dulu, sebelum ada teknologi, mungkin cerita ini ujungnya teriak: “Siapa yang ngerti bahasa orang ini?!” atau malah kita menghindar — pura-pura nggak lihat. Tapi sekarang, modal translate dan maps saja, masalah selesai.



Di dunia kerja, apalagi HR, situasinya mirip. Kadang masalah bukan di “bahasa” yang dipakai, tapi di “jembatan” yang kita punya untuk menghubungkan pihak-pihak yang berbeda latar belakang, kebiasaan, bahkan pola pikir. Kalau kita mau cari cara, komunikasi bisa jalan, masalah bisa selesai — bahkan kalau awalnya sama sekali nggak nyambung.


Ohya satu lagi kita sering keburu panik jika bertemu ekspat, bule, tinggi besar. Ekspat tadi bukan bule. Silakan untuk disebarkan agar menjadi SOP di toko atau keramaian ... jangan ikut panik bertemu ekspat panik, aplikasi translate, dan aplikasi map kuncinya.


#ProblemSolving #CommunicationSkills #WorkplaceLessons #TechnologyInWorkplace #HRInsights #CrossCultureCommunication #WorkplaceStory #Leadership #SoftSkills #WorkplaceExperience #KisahNyata #RealStory #TokoBukuKesayangan #SolusiDekatAnda #TrueStory

Tuesday, August 12, 2025

Seni Presentasi yang Tepat Sasaran

(The Art of Tailored Presentations by Suharyo Haryono)


Rahasia sebuah presentasi yang efektif tidak hanya terletak pada penguasaan materi, tetapi juga pada pemahaman terhadap audiens. Sebelum menyusun slide, luangkan waktu sejenak untuk memahami siapa yang akan Anda hadapi.

Pertama, perhatikan tingkat pemahaman audiens terhadap topik. Apakah mereka merupakan pakar atau pendatang baru? Audiens yang berpengalaman akan menghargai data yang kompleks dan argumen yang mendalam, sementara audiens pemula membutuhkan penjelasan yang jelas serta konsep dasar yang terstruktur. Mengajarkan hal-hal mendasar kepada pakar, atau membebani pemula dengan istilah teknis yang berlebihan, dapat membuat mereka kehilangan minat.

Kedua, sesuaikan dengan kebutuhan informasi mereka. Apa yang ingin mereka peroleh dari presentasi ini? Tim manajemen biasanya membutuhkan gambaran umum yang menyoroti implikasi strategis, sedangkan tim teknis memerlukan data spesifik dan langkah implementasi yang jelas. Menyesuaikan tingkat detail akan memastikan pesan Anda relevan dan bermanfaat.

Terakhir, hargai waktu mereka. Presentasi yang ringkas dan tepat waktu menunjukkan bahwa Anda menghargai perhatian audiens dan percaya pada kekuatan pesan Anda. Hindari memadatkan terlalu banyak informasi dalam waktu terbatas. Penyampaian yang fokus dan jelas akan jauh lebih berkesan daripada presentasi yang terburu-buru dan sarat informasi.

sumber: https://acesse.one/OseFH

Quote
========================

Makanya saya juga suka menyesuaikan nada bicara, pemilihan ice breaking, dan memilih candaan pas momennya. Biar audiens tetap nyambung dan pesan yang disampaikan lebih kena.

Jadi maaf ya 🙏 kalau kadang candaan saya terdengar datar atau garing — mungkin saya belum cukup ‘nangkap’ karakter audiens waktu itu.

=========================

#PublicSpeakingTips #PresentationSkills #KnowYourAudience #EngagementMatters #TailoredCommunication #SpeakingWithImpact #AudienceConnection #IceBreaking #PresentationHumor

Wednesday, July 30, 2025

Buku Jari dan Standar yang Tak Sama

 

Buku Jari dan Standar yang Tak Sama

Beberapa waktu lalu, saya mencoba membantu istri memasak nasi. Setelah mencuci beras tiga kali, tibalah langkah penting: menambahkan air setinggi satu buku jari dari permukaan beras. Saya ukur dengan jari saya sendiri. Masak… dan saat rice cooker dibuka — jadinya bukan nasi, tapi bubur. 🤦‍♂️ Rupanya, jari saya lebih panjang dari jari istri saya. Standar saya berbeda dari standarnya.

🎯 Siapa sangka, pelajaran kecil di dapur ini menyimpan makna besar tentang dunia kerja.

Dalam organisasi, situasi seperti ini sering terjadi:
- Kebijakan dibuat berdasarkan asumsi “buku jari” sendiri,
- Dinilai kinerja dengan standar pribadi, tanpa melihat konteks tim,
- Tidak dipahami karena ekspektasi tidak disamakan sejak awal.

🔁 Padahal, satu ukuran tidak bisa berlaku untuk semua.
✅ Sebelum menetapkan standar, pahami dulu konteks dan sudut pandang rekan kerja.
✅ Dalam komunikasi, pastikan definisi dan harapan dimaknai bersama.
✅ Bangun sistem dan penilaian berbasis dialog, bukan asumsi sepihak.


📌 Karena kalau tidak...
Bukan cuma nasi yang jadi benyek — tapi juga semangat kerja, hubungan tim, bahkan produktivitas perusahaan.

💬 Apa pengalaman Anda tentang “standar yang tak sama”?
Bagikan, siapa tahu bisa jadi cermin bersama.

hashtagLeadership hashtagHRInsights hashtagTeamwork hashtagEmployeeEngagement
hashtagWorkplaceCulture hashtagCommunicationMatters hashtagEmpathyAtWork hashtagPeopleManagement

https://www.linkedin.com/feed/update/urn:li:activity:7355877345456500736/

Entri yang Diunggulkan

Omnibus Law Ketenagakerjaan dan Urgensinya

Bogor, 31-01-2020. Sudah lebih sekitar tiga bulan terakhir ini, kita sering kali mendengar istilah "Omnibus Law" bahkan hingga sa...