Siapapun tahu dan paham jika melanggar suatu aturan cepat atau lambat, sedikit atau banyak pasti akan terkena akibatnya, apalagi jika aturan tersebut tidak memungkinkan celah sedikitpun adanya penyimpangan.
Tentang aturan perjanjian kerja, harusnya setiap personil perusahaan yang bertanggung jawab membuat dan/atau menandatanganinya paham betul bagaimana aturan yang benar. karena jika tidak sesuai aturan dan ada pihak yang merasa dirugikan (biasanya karyawan) kemudian menggugat, tentu ini akan merugikan perusahaan sendiri, atau paling tidak merepotkan perusahaan meskipun bisa diatasi untuk tidak sampai ke pengadilan. (Baca :PKWT Berubah Menjadi PKWTT jika...)
Kita dapat mengambil pembelajaran dari kasus perselisihan industrial antara PT. Honda Precision Parts Manufacturing dengan 16 orang mantan karyawannya, yang telah diputus oleh Pengadilan Hubungan Industrial Bandung dengan nomor 28/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Bdg.
Dalam gugatannya, Maulana dkk menuntut PT. Honda Precision Parts Manufacturing harus mempekerjakannya kembali dia dan kelima beas rekannya. Karena menurutnya, hubungan kerja antara dirinya dan kelima belas rekannya tersebut haruslah diangkat sebagai pekerja tetap, bukan sebagai pekerja kontrak. Hal tersebut, telah jelas-jelas dinyatakan dalam Nota Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang.
Dalam pertimbangan hukumnya, Pengadilan sependapat dengan adanya penyimpangan penerapan hubungan kerja kontrak yang dilakukan oleh perusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri Indotaisei, Karawang itu. Sehingga, Maulana dkk harus diangkat sebagai pekerja tetap PT. Honda Precision Parts Manufacturing terhitung sejak Juni 2015. Akan tetapi mengenai kelanjutan hubungan kerja, Pengadilan menyatakan putus hubungan kerja keduanya terhitung sejak berakhirnya perjanjian kerja kontrak, dan hanya menetapkan uang kompensasi pesangon yang seluruhnya sebesar Rp.140,2 juta.
Terhadap putusan PHI Bandung yang dibacakan tanggal 5 Juli 2017, Perusahaan mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA). Akan tetapi, menurut Ketua Majelis Hakim pada tingkat kasasi, Muhammad Yunus Wahab, PHI Bandung telah tepat dalam mengabulkan sebagian tuntutan Ahmad Maulana, dkk. Sebab, perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak) yang telah diperjanjikan oleh keduanya, bertentangan dengan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
“Bahwa tepat pemutusan hubungan kerja dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu, karena sesuai Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, hubungan kerja tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ujar Wahab, Senin (15/1/2018) membacakan Putusan Kasasi dalam Perkara Nomor 1503 K/Pdt.Sus-PHI/2017.
Putusan Mahkamah Agung yang memperkuat Putusan PHI Bandung tersebut, dapat dilihat dan diunduh di Halaman Putusan Pengadilan
No comments:
Post a Comment